Kesulitan mencari film-film di blog ini?? Silakan Like Glodok Movie Shop @ Facebook atau kirimkan email ke glodokmovieshop@gmail.com atau SMS ke 08561466700 untuk mendapatkan katalog kami :)

Senin, 08 Juli 2013

KORAN BY HEART


Film ini adalah besutan HBO yang notabene diproduksi oleh crew, sutradara dan penulis yang non muslim namum hasilnya luar biasa, membuat keimanan dan bulu kuduk berdiri sambil meneteskan air mata mendengar ayat-ayat Al Quran didalamnya/

Koran by Heart adalah sebuah film dokumenter yang dibuat oleh HBO. Film ini mengambil plot sebuah even besar di dunia Islam, yaitu lomba hafalan (tahfidz) Alquran yang diselenggarakan setiap tahun di Mesir. Lomba tersebut diikuti oleh 100 anak dan remaja penghafal Alquran dari seluruh dunia setiap tahun. Bayangkan dari spanyol, australia, new york, inggris, india, maladewa, seluruh dunia berpartisipasi mengirimkan anak-anak dari usia 6 tahun, ya 6 tahun dan mereka hafal 30 juz Al Quran

Pada penyelenggaraan lomba tahfidz tahun 2010, ada tiga orang peserta lomba yang kisahnya diangkat dalam dokumenter ini. Mereka adalah Nabiollah, Rifdha dan Djamil. Nabilollah berasal dari Tajikistan, Rifdha berasal dari Maladewa (Maldives) dan Djamil dari Senegal, pesisir barat Afrika. Mereka bertiga memiliki kesamaan: sama-sama berusia 10 tahun dan sama-sama telah hafal Alquran 30 juz.

Tajikistan terletak di sebelah utara Asia, dan Nabiollah pun berasal dari ras Kaukasus (kebayang kan? bule banget). Sementara Maladewa terletak di Samudra Hindia. Anaknya lucu banget deh, dengan jilbab besarnya ia selalu bergerak aktif. Ia berprestasi di semua mata pelajaran sekolah, menyukai Matematika dan Sains, dan bercita-cita menjadi peneliti. Senegal terletak pesisir barat Afrika, dan seperti keluarga Senegal pada umumnya, Djamil hidup dalam tingkat kesejahteraan yang tidak terlalu baik.

Jarak tempat tinggal ketiganya terpisah ribuan kilometer, namun mereka mempelajari Quran yang sama dan bertemu dalam kompetisi ini

Ketiganya harus meninggalkan keluarga dan negara mereka untuk mengikuti lomba di Kairo, Mesir. Bahkan Djamil berangkat tanpa disertai oleh satupun sanak famili. Tantangan tersebut makin berat dengan waktu pelaksanaan lomba di dalam bulan Ramadhan. Artinya, para peserta harus berpuasa di siang hari dan berlomba di malam hari. Penggunaan komputer dalam perlombaan juga membuat beberapa peserta bertambah gugup. Komputer bertugas untuk ‘memberitahu’ peserta dari ayat mana ia harus memperdengarkan Quran.

Penilaian dilaksanakan oleh beberapa juri yang telah dikenal memiliki kompetensi dalam hafalan Quran. Jika peserta salah dalam melanjutkan ayat, dia akan dipotong setengah poin jika ia mampu menyadari kesalahannya. Namun, jika juri yang turun tangan membetulkan kesalahan, maka peserta kehilangan satu poin penilaian.

Selain ketiga tokoh utama film ini, yang patut dikagumi adalah semangat seluruh peserta dalam menghafal Alquran. Menghafal Alquran tidak terbatas hanya bisa dilakukan oleh anak-anak dari Timur Tengah saja, namun seluruh dunia. Para hafidz lain yang muncul dalam dokumenter ini adalah Muhammad (10 tahun) dari Australia, Susana (17 tahun) dari Italia,  Naaman (10 thn) dari Afrika Selatan (tapi kalau dilihat dari tulisan Arabnya, ejaan yang lebih tepat mungkin Nu’man), Yasser (6 tahun) dari Mesir, Abdel (10 thn) dari Pakistan, Omar (19 thn) dari Nigeria, Susana (17 tahun) dari Italia,Abdullah (17 tahun) dari Mesir, dan masih banyak lagi. Dengan demikian, film ini mampu mematahkan anggapan bahwa hanya anak-anak berbahasa Arab saja yang mampu menghafal 30 juz di usia dini.

Banyak yang merasa terkesan setelah menonton film ini. Christopher Campbell misalnya seorang blogger terkenal penyuka film, juga menyadari bahwa tahfidz Quran berbeda dengan kompetisi mengeja macam Spelling Bee atau Spellingbound.

Sang sutradara film, Greg Baker, dalam sebuah wawancara dengan majalah Filmmaker mengungkapkan pendapat pribadinya tentang film ini:

Didalam film ini juga dibahas dari ahli musik dan sastra dari Amerika bahwa Al Quran memiliki nada yang sangat indah dan tingkatan sastra yang tinggi. Sebelum menonton, mereka tidak menyangka akan mendapati hal seperti itu dalam film.

Sulit bagi penonton untuk menahan emosi ketika menonton film ini. Rasanya campur aduk melihat anak-anak sudah mampu mencapai titik tersebut. Iri, bangga, penasaran, terharu, dst.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar